BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai makhluk
yang telah diciptakan oleh Allah sebagai Khalifah di muka bumi. Manusia
mengemban amanat untuk membina masyarakat, memelihara alam
lingkungan hidup bersama. Bahkan terutama bertanggung jawab atas martabat
kemanusiaannya (human dignity). Jadi manusia sebagai makhluk
individu berperan aktif bahkan wajib dalam menyelenggarakan pendidikan baik
secara formal atau non formal.
Pendidikan islam dalam
teori dan praktik selalu mengalami perkembangan, hal ini disebabkan karena
pendidikan islam secara teoritikmemiliki dasar dan sumber rujukan yang tidak
hanya berasal dari nalar, melainkan juga wahyu. Kombinasi ini adalah ideal, karena
memadukan antara potensi akal manusia dan tuntunan firman Allah Swt. terkait
dengan masalah pendidikan. Kombinasi ini adalah ciri khas pendidikan
islam yang tidak dimiliki oleh konsep-konsep pendidikan pada umumnya yang hanya
mengandalkan kekuatan akal dan budaya manusia.
Harusnya dengan
keterjalinan antara sumber akal dan wahyu tersebut dapat menghasilkan konsep
dan pemikiran pendidikan islam yang sempurna. Sebagaimana apa yang telah
dilukiskan oleh sejarah peradaba islam yang pernah mencapai masa keemasannya.
Hal itu dibuktikan secara historis dengan adanya upaya pengembangan konsep dan
pemikiran pendidikan islam yang telah berjalan sejak dahulu dengan banyaknya
karya tulis para ulama’ yang yang hingga kini sebagian besar masih dapat untuk
kita temukan. Hanya saja, teori-teori pendidikan itu seakan tenggelam karena
merebaknya terma-terma baru yang muncul dari barat yang ngetrend.
Karena itu, kita
membutuhkan pengenalan kembali jati diri kita sebagaimana yang islam tunjukkan.
Kosep-konsep islam yang istimewa haruslah kita gaungkan kembali. Karena itu
adalah identitras islam yang sahalihun likulli zaman.
Diantara hal-hal yang
urgen untuk dibahas adalah kajian tentang lingkungan pendidikan masyarakat.
Usaha itu diantaranya dapat kita lakukan berangkat dari beberapa tafsir tarbawi
atau ayat Al-Qur’an yang bertemakan pendidikan. Dari ayat-ayat Al-Qur’an tersebut dapat kita gali kembali apa yang
tersirat dan terlipat dalam Kalam Allah yang mengandung mukjizat jawami’ul
kalim. Ini merupakan sebuah kebutuhan bagi kita untuk menuju ke arah
pendidikan yang lebih baik dan ideal.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah
ada ayat al-qur’an yang
menjelaskan tentang pendidikan masyarakat dan lingkungan pendidikan islam?
2. Bagaimana pengertian pendidikan
masyarakat dan lingkungan pendidikan islam menurut perspektif ayat al-qur’an
tersebut?
3.
Bagaimana
manfaat yang dapat dirasakan dalam keseharian kita dengan adanya pendidikan
masyarakat serta lingkungan pendidikan islam?
C.
Tujuan Rumusan Masalah
1. Memaparkan ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang pendidikan masyarakat dan
lingkungan pendidikan islam.
2. Menjelaskan pengertian dari pendidikan
masyarakat serta lingkungan pendidikan islam yang sesuai dengan perspektif ayat
Al-Qur’an.
3.
Menerapkan
manfaat yang dapat dipraktekan dalam keseharian kita dengan adanya pendidikan
masyarakat serta lingkungan pendidikan islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pendidikan Masyarakat
QS. Attaubah : 122
۞وَمَا كَانَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لِيَنفِرُواْ
كَآفَّةٗۚ فَلَوۡلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرۡقَةٖ مِّنۡهُمۡ طَآئِفَةٞ
لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوۡمَهُمۡ إِذَا رَجَعُوٓاْ
إِلَيۡهِمۡ لَعَلَّهُمۡ يَحۡذَرُونَ ١٢٢
“dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu
semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan
diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama mereka dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya jika mereka telah kembali agar mereka
dapat menjaga dirinya”.
Asbabun
Nuzul
Ada riwayat dari
Ikrimah, bahwa orang-orang munafik dengan nada mencemooh, mengatakan: selaka
orang-orang kampong yang tidak ikut berperang dengan Muhammad! Padahal
kawan-kawan Muhammad yang lain keluar menuju perkampungan untuk tujuan mengajar
masyarakat. Lalu, turunlah ayat ini. Memperhatikan latar belakang kronologis
turunnya ayat tersebut dapat dikemukakan bahwa perang dan menyebarkan ilmu sama
pentingnya, dan mengajarkan ilmu atau mencari ilmu merupakan bagian dari “Jihad
fi Sabilillah”.
Menurut penuturan
Ibnu Katsir, ayat ini me-nasakh ayat sebelumnya yaitu ayat
41 dan ayat 120 dalam surat yang sama, yang menjelaskan tentang hukum ikut
berperang bersama Rasulullah. Dalam kedua ayat tersebut ditetapkan kewajiban
berperang itu sifatnya “’ainy” yang mesti diikuti oleh segenap
kaum muslimin. Dengan turunnya ayat 122 ini, kewajiban berperang menjadi hanya
"Fardhu Kifayah".
Qs.Al-Hujurat : 13
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا
وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ
إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣
“wahai manusia! Sungguh, kami telah
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sungguh yang paling mulai diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
bertaqwa. Sungguh, Allah yang Maha Mengetahui, Maha Teliti.”
Asbabun Nuzul
Ibnu al-Mundzir
dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Mulaikah: Ketika Fath Makkah, Bilal
naik ke atas Ka‘bah dan mengumandangkan azan. Sebagian orang berkata, “Budak
hitam inikah yang azan di atas punggung Ka‘bah?” Yang lain berkata, “Jika Allah
membencinya, tentu akan menggantinya.” Lalu turunlah ayat ini. [1] Abu Dawud
dan al-Bayhaqi meriwayatkan dari az-Zuhri, ia berkata: Rasulullah saw. menyuruh
kaum Bani Bayadhah untuk mengawinkan salah seorang wanita mereka dengan Abu
Hindun. Dia adalah tukang bekam Rasulullah saw. Mereka berkata, “Wahai
Rasulullah, pantaskah kami mengawinkan putri-putri kami dengan maula kami?”
Lalu turunlah ayat kami. [2]
Meskipun
berbeda-beda, kedua asbabun nuzul ini
mengisyaratkan bahwa ayat ini turun sebagai larangan memuliakan atau melecehkan
manusia berdasarkan keturunan, kesukuan, maupun kebangsaan.
Tafsir
Ayat
Allah Swt.
berfirman: Yâ ayyuhâ an-nâs innâ
khalaqnâkum min dzakar wa untsâ (Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan). Al-Jazairi
menyatakan, seruan ini merupakan seruan terakhir dalam surat al-Hujurat.
Dibandingkan dengan seruan-seruan sebelumnya yang ditujukan kepada orang-orang
beriman, seruan ini lebih umum ditujukan kepada seluruh manusia ( an-nâs ).
Pertama: Allah Swt. mengingatkan manusia tentang asal-usul mereka; bahwa mereka
semua adalah ciptaan-Nya yang bermula dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan ( min dzakar wa untsâ ). Menurut para mufassir, dzakar wa untsâ Ini
maksudnya adalah Adam dan Hawa. Seluruh manusia berpangkal pada bapak dan ibu
yang sama, karena itu kedudukan manusia dari segi nasabnya pun setara.
Konsekuensinya, dalam hal nasab, mereka tidak boleh saling membanggakan diri
dan merasa lebih mulia daripada yang lain.
Waja‘alnâkum syu’ûb[an] wa qabâ`il[an] lita’ârafû
(dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian
saling mengenal). Kata syu‘ûb (jamak darisya‘b ) dan qabâ'il (jamak dari qabîlah
) merupakan kelompok manusia yang berpangkal pada satu orangtua (keturunan).
Sya‘b adalah tingkatan paling atas, seperti Rabi‘ah, Mudhar, al-Aws, dan
al-Khajraj. Tingkatan di bawahnya adalah qabîlah , seperti Bakr dari Rabi‘ah,
dan Tamim dari Mudhar. [10] Ke bawahnya masih ada empat tingkatan, yakni:
al-imârah , seperti Syayban dari Bakr, Daram dari Tamim, dan Quraysy; al-bathn
, seperti Bani Luay dari Qurays, Bani
Qushay dari Bani Makhzum; al-fakhidz, seperti Bani Hasyim dan Bani
Inna
akramakum ‘inda Allâh atqâkum.
Mengenai batasan takwa, menurut
pendapat yang dikutip al-Khazin, ketakwaan adalah ketika seorang hamba menjauhi
larangan-larangan; mengerjakan perintah-perintah dan berbagai keutamaan; tidak
lengah dan tidak merasa aman. Jika khilaf dan melakukan perbuatan terlarang, ia
tidak merasa aman dan tidak menyerah, namun ia segera mengikutinya dengan amal
kebaikan, menampakkan tobat dan penyesalan.[17] Ringkasnya, takwa adalah sikap
menetapi apa-apa yang diperintahkan dan menjauhi apa-apa yang dilarang.
Ayat ini
diakhiri dengan firman-Nya: Inna Allâh
‘alîm[un] khabîr[un] (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal). Penyebutan dua sifat Allah Swt. di akhir ayat ini dapat mendorong
manusia memenuhi seruan-Nya. Dengan menyadari bahwa Allah Swt. mengetahui
segala sesuatu tentang hamba-Nya, lahir-batin, yang tampak maupun yang
tersembunyi, akan memudahkan baginya melaksanakan perintah-perintah-Nya dan
meninggalkan larangan-larangan-Nya.
QS. Ali-Imran : 110
كُنتُمۡ
خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ
عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ
لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَكۡثَرُهُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ
١١٠
“kamu (umat islam) adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli
kitab berfirman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang
beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”
Kaitan
dengan Ayat Sebelumnya
a.
Ayat
sebelumnya (3:105) menyerukan agar mukmin jangan meniru orang yang berpecah
belah, sebab bakal menimbulkan kesedihan di akhirat kelak (Qs.3:106-107). Oleh
karena itu hendaklah membangun umat yang setiap anggotanya menjalankan tugas
sesuai bagian masing-masing sebagaimana diserukan pada ayat 104. Ayat 110 ini
mengungkapkan bahwa umat yang tampil di depan manusia menjalankan amar ma’ruf
nahy munkar berdasar iman, merupakan umat yang terbaik, umat yang terpilih.
b.
Ayat
sebelumnya mengecam ahl al-Kitab yang bercerai berai dalam menanggapi diutusnya
Nabi Muhammad SAW. ayat selanjutnya menjamin, jika ahl al-Kitab itu beriman,
maka akan menjadi umat yang terbaik pula.
Tinjauan
Historis
Diriwayatkan
bahwa Malik bin al-Dayif dan Wahb bin Yahudza yang keduanya keturunan yahudi
berkata kepada Ibn Mas’ud, Mu`adz bin Jabal dan Ubay bin Ka’b ﺩﻳﻨﻨﺎ ﺧﻴﺮ ﻣﻤﺎ ﺗﺪﻋﻮﻧﺎ
ﺇﻟﻴﻪ ﻭﻧﺤﻦ ﺍﻓﻀﻞ ﻣﻨﻜﻢ agama kami lebih baik dari agama yang kalian da’wahkan,
bangsa kami lebih unggul di banding kalian . Tidak lama kemudian turunlah
Qs.3:110 ini sebagai bantahan terhadap mereka. [1] Umat yang terbaik, setelah
diutusnya Nabi Muhammad SAW sebqagai rasul, bukanlah yahudi atau nahrani, tapi
umat Islam.
QS. Al-Mujadalah : 11
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ
يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا
تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١١
“ wahai orang-orang yang beriman!
Apabila dikatakan kepadamu, ‘berilah kelapangan didalam majelis-majelis,’ maka
lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan, ‘berdirilah kamu,’ maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat
(derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
beberapa derajat. Dan Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
SOPAN SANTUN (
ETIKET ) SUATU MAJLIS
Tentu saja
berkerumunlah shahabat-shahabat Rasulullah saw. mengerumuni beliau karena ingin
mendengar butir-butir dan nasehat dan bimbingan beliau. Dan apabila masyarakat
itu kian berkembang kian banyaklah majlis tempat berkumpul membincangkan
hal-hal yang penting . Tentu saja majlis demikian kadang-kadang rnenjadi sesak
dan sempit , karena banyaknya orang yang duduk . Dan kadang-kadang orang yang
terlebih dahulu masuk mendapat tempat duduk yang bagus sedang yang datang
kemudian tidak dapat masuk lagi. Kadang kadang pula disangka oleh yang datang
kemudian bahwa tempat buat duduk di muka sudah tidak dapat menampung orang yang
baru datang lagi , sehingga yang baru datang terpaksa duduk menjauh. padahal
tempat yang di dalam itu masih lapang . Kadang-kadang orang yang telah enak
duduknya di dalam itu kurang enak kalau ada yang baru datang meminta agar
mereka disediakan tempat. Maka datanglah peraturan dari Allah sendiri yang
mengatur agar majlis itu teratur dan suasananya terbuka dengan baik
BAB
III
KESIMPULAN
Lingkungan pendidikan masyarakat
adalah suatu lingkungan dimana ada sekelompok masyarakat yang banyak di
dalamnya berlaku suatu kesatuan visi yang telah mereka sepakati bersama.
Lingkungan pendidikan masyarakat lebih luas dari lingkungan keluarga dan
lingkungan sekolah. Oleh karena itu pendidikan dalam lingkungan
masyarakat dapat berfungsi sebagai pelengkap (complement), pengganti(subtitute)
dan tambahan (supplement) terhadap pendidikan yang diberikan oleh lingkungan
yang lain.
Sebagai makhluk
yang telah diciptakan oleh Allah sebagai Khalifah di muka bumi. Manusia
mengemban amanat untuk membina masyarakat, memelihara alam
lingkungan hidup bersama. Bahkan terutama bertanggung jawab atas martabat
kemanusiaannya (human dignity). Jadi manusia sebagai makhluk
individu berperan aktif bahkan wajib dalam menyelenggarakan pendidikan baik
secara formal atau non formal.
Dalam fungsinya sebagai makhluk sosial( homo socius),
manusia dalam kehidupanya senantiasa berhubungan dan memerlukan bantuan orang
lain. Oleh karena itu, manusia tidak mungkin bisa hidup secara layak tanpa
berinterksi dengan lingkungan masyarakat dimana mereka berada.
Kedudukan masyarakat dalam
perspektif filsafat pendidikan Islam yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Masyarakat islam adalah guru bagi semua manusia yang
memiliki kemauan mengambil pelajaran dari setiap yang terjadi di dalamnya.
b.
Masyarakat adalah subyek yang
menilai keberhasilan pendidikan.
c.
Masyarakat
adalah tujuan bagi semua anak didik yang telah belajar di berbagai lingkungan.
d.
Masyarakat
adalah ujian yang paling sulit bagi aplikasi-aplikasi pendidikan
e.
Masyarakat
adalah cermin keberhasilan atau kegagalan dunia pendidikan
f. Masyarakat adalah etika dan estetika pendidikan,
karena norma-norma individu berproses menjadi norma sosial dan norma sosial
yang disepakati dalam masyarakat merupakan puncak estetika kehidupan. Tanpa ada
norma sosial yang disepakati, sesungguhnya kehidupan tidak indah.
DAFTAR
PUSTAKA
2. http://www.membumikanpendidikan.com/2014/03/pendidikan-masyarakat-dalam-perspektif.htmltp (dikutip
28/02/2017 pukul 15:20)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar