Selasa, 31 Oktober 2017

Makalah Tokoh dan Pemikiran Filsafat Pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis. Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan
Sebagaimana kita ketahui bersama tentang pembahasan kami ini bertema “ Tokoh- tokoh Filsafat  dan Pemikirannya”. Tentu hal ini sangat menarik untuk kita bahas dan pengupas dengan seksama guna menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang filsafat, terutama filsafat Islam dan barat. Filsafat merupakan bagian dari hasil kerja berpikir dalam mencari hakikat segala sesuatu secara sistematis, radikal dan universal. Filsafat Islam itu sendiri adalah hasil pemikiran filosof tentang ketuhanan, kenabian, manusia dan alam yang disinari ajaran Islam dalam suatu aturan pemikiran yang logis dan sistematis serta dasar-dasar atau pokok-pokok pemikirannya dikemukakan oleh para filosof Islam. Sedangkan Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno.
B.      Rumusan Masalah
Dalam pembahasan ini banyak yang dapat kita ketahui dan menimbulkan banyak pertanyaan , antara lain:
1.      Bagaimana pemikiran para filosof Islam?
2.      Bagaimana pemikiran para filsof Barat?
3.      Bagaimana Perbandingan pemikiran filsafat pendidikan menurut para filsof muslim?
4.      Bagaimana hakekat manusia menurut filsof barat?


BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pemikiran para filsafat pendidikan  Islam
1.      Al-Kindi (185 H/801 M-260/873 M)

Al-Kindi adalah filosof Muslim pertama. Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’kub ibn Ishaq ibn Sabbah ibn Imran ibn Ismail bin Qais al-Kindi. Kindah adalah salah satu suku Arab besar pra-Islam. Ia dilahirkan di Kufah dan di sana ia mempelajari berbagai macam pengetahuan terutama sastra dan filsafat. Ia juga menguasai bahasa Yunani dan menerjemahkan karya-karya Yunani seperti Enneads karya Plotinus. Al- Qifti menyebutnya sebagai filsof Arab, sedangkan Ibn Nabatah menyebutnya sebagi filsuf Muslim. Karya-karyanya antara lain: Fi al-Qaul fi al-Nafs (Pendapat tentang Jiwa), Kalam fi al-Nafs (Pembahasan tentang Jiwa), Mahiyah al-Naum wa al-Ru’ya (Substansi Tidur dan Mimpi); Fi al-Aql (Tentang Akal);, dan al-Hilah li Daf’i al-Ahzan (Kiat Melawan Kesedihan). Ide-idenya banyak dipengaruhi ole ide-ide Aristoteles, Plato, dan Plotinus.
Menurut al-Kindi, jiwa manusia terbagi menjadi tiga bagian, yaitu jiwa syahwat, jiwa emosional, dan jiwa rasional. Jiwa-jiwa itu akan tetap kekal meski badan telah hancur. Jiwa tumbuhan berfungsi untuk makan, tumbuh, dan berkembang biak. Jiwa hewani berfungsi sebagai penginderaan, imajinasi, dan gerak disamping makan, tumbuh dan berkembang biak. Jiwa rasional berfungsi untuk berpikir. Jiwa itulah yang dimiliki mansuia. Karenanya manusia disebut makhluk berpikir (al-hayawan al-nathiq). Adapun jiwa rasional atau akal dibagi menjadi akal yang selalu aktif . Akal ini merupakan Akal Pertama, yaitu Allah SWT. Akal potensial , yaitu kesiapan yang ada pada mansuia untuk memahami hal-hal yang rasional. Akal yang berubah di dalam jiwa, dari potensi menjadi actual. Akal ini disebut sebagai akal kepemilikan (al-‘aql bi al-malakah) dan akal mustafaz yang berarti bahwa awalnya ia tidak menjadi milik jiwa kemudian menjadi miliknya. Akal lahir, yaitu jika akal serius memahami hal-hal yang rasional atau mengubahnya menjadi yang lain, maka pada saat itu ia disebut akal lahir. Manusia terkadang mengalami kesedihan. Menurut al-Kindi dalam bukunya Kiat Melawan Kesedihan, kesedihan merupakan gangguan psikis (neurosis) yang terjadi karena kehilangan hal-hal yang dicintai dan yang diinginkan. Obat untuk menghilangkan kesedihan adalah berpikir rasional dan melakukan kebiasaan yang terpuji seperti sabar dan menjauhi hal-hal yang sepele, kemudian disiplin atas kebiasaan terpuji. Bila kesedihan akibat perbuatan sendiri, maka caranya adalah menjauhkan perbautan tersebut. Adapun bila kedihan akibat perbuatan orang lain, maka kita tidak boleh bersedih bila sesuatu itu belum terjadi, bila terjadi berusahalah agar kesdihan tidak berlarut-larut. Kita juga hendaknya mengetahui sebab-sebab kesedihan, cerdas dan bijak dalam mengatasinya. Kebahagiaan sejati manusia bukanlah yang bersifat duniawi, inderawi, dan artificial, tetapi kenikmatan yang bersifat ilahiah dan rohaniah. Karena itu kebahagiaan sejati adalah kebahagiaan merasa dekat dengan Allah SWT.

2.      Al-Farabi (259-339 H/872-950 M)
Namanya adalah Abu Nashr Muhammad bin Muhammad Tharkhan bin Uzalag. Ia adalah Maha Guru Kedua (The Second Master) setelah Guru Petama Aristoteles. Ia merupakan ahli filsafat ternama yang mengarang buku Ara Ahl Madinah al-Fadhilah (Masdyarakat Utama), tahshil al-sa’adah, Risalah fi al-Aql, Fushus al-Hikam, al-Siyasah al-Madaniyah, dan al-Da’wai al-Qalbiyah. Menurutnya, mansia terdiri dari badan dan jiwa. Manusia dikatakan menjadi sempurna bila menjadi makhluk yang bertindak. Anggota tubuh manusia merupakan perantara untuk menjalankan kehendak jiwa. Ia juga membagi tiga jenis jiwa, yaitu iwa tumbuhan, hewan, dan manusia. Ketiga filosuf Muslim di atas merupakan filsuf aliran masysya’i (perpatetik), yang pemikirannya sangat dipengaruhi oleh Aristoteles, kemudian mencapai puncaknya pada Syekh al-Rais Ibn Sina. Pemikiran ntentang jiwa manusia dan intelek merupakan kelanjutan dari ketiga
filsuf di atas. Karenanya akan dibahas secara panjang lebar pada pembahasan tentang Ibn Sina.

3.      Ibnu Sina

Nama lengkapnya Abu Ali al- Husien ibn Abdullah ibn Hasan ibn Ali ibn Sina. Ia dilahirkan didesa Afsyanah, dekat Buhkara, Persia Utara pada 370 H. Ia mempunyai kecerdasan dan ingatan yang luar biasa sehingga dalam usia 10 tahun telah mampu menghafal Al-Qur’an, sebagian besar sastra Arab dan juga hafal kitab metafisika karangan Aristoteles setelah dibacanya empat puluh kali. Pada usia 16 tahun ia telah banyak menguasai ilmu pengetahuan, sastra arab, fikih, ilmu hitung, ilmu ukur, filsafat dan bahkan ilmu kedokteran dipelajarinnya sendiri.

a)      Kenabian

Sejalan dengan teori kenabian dan kemukjizatan, ibnu Sina membagi manusia kedalam empat kelompok:  mereka yang kecakapan teoretisnya telah mencapai tingkat penyempurnaan yang sedemikian rupa sehingga mereka tidak lagi membutuhkan guru sebangsa manusia, sedangkan kecakapan praktisnya telah mencapai suatu puncak yang demikian rupa sehingga berkat kecakapan imajinatif mereka  yang tajam mereka mengambil bagian secara langsung pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa masa kini dan akan datang. Kemudian mereka memiliki kesempurnaan daya intuitif, tetapi tidak mempunyai daya imajinatif. Lalu orang yang daya teoretisnya sempurna tetapi tidak praktis. Terakhir adalah orang yang mengungguli sesamanya hanya dalam ketajaman daya praktis mereka.
Nabi Muhammad memiliki syarat-syarat yang dibutuhkan seorang Nabi, yaitu
memiliki imajinasi yang sangat kuat dan hidup, bahkan fisiknya sedemikian kuat sehingga ia mampu mempengaruhi bukan hanya pikiran orang lain, melainkan juga seluruh materi pada umumnya. Dengan imajinatif yang luar biasa kuatnya, pikiran Nabi, melalui keniscayaan psikologis yang mendorong, mengubah kebenaran-kebenaran akal murni dan konsep-konsep menjadi imaji-imaji dan simbol-simbol kehidupan yang demikian kuat sehingga orang yang mendengar atau membacanya tidak hanya menjadi percaya  tetapi juga terdorong untuk berbuat sesuatu. Apabila kita lapar atau haus, imajinasi kita menyuguhkan imaji-imaji yang hidup tentang makanan dan minuman. Pelambangan dan pemberi sugesti ini, apabila ini berlaku pada akal dan jiwa Nabi, menimbulkan imaji-imaji yang kuat dan hidup sehingga apapun yang dipikirkan dan dirasakan oleh jiwa Nabi, ia benar-benar mendengar dan melihatnya.

b)     Tasawuf

Tasawuf, menurut ibnu Sina tidak dimulai dengan zuhud, beribadah dan meninggalkan keduniaan sebagaimana yang dilakukan orag-orang sufi sebelumnya. Ia memulai tasawuf dengan akal yang dibantu oleh hati. Dengan kebersihan hati dan pancaran akal, lalu akal akan menerima ma’rifah dari al-fa’al. Dalam pemahaman bahwa jiwa-jiwa manusia tidak berbeda lapangan ma’rifahnya dan ukuran yang dicapai mengenai ma’rifah, tetapi perbedaannya terletak pada ukuran persiapannya untuk berhubungan dengan akal fa’al.
Mengenai bersatunya Tuhan dan manusia atau bertempatnya Tuhan dihati diri manusia tidak diterima oleh ibnu Sina, karena manusia tidak bisa langsung kepada Tuhannya, tetapi melalui prantara untuk menjaga kesucian Tuhan. Ia berpendapat bahwa puncak kebahagiaan itu tidak tercapai, kecuali hubungan manusia dengan Tuhan. Karena manusia mendapat sebagian pancaran dari perhubungan tersebut. Pancaran dan sinar tidak langsung keluar dari Allah, tetapi melalui akal fa’al.

4.      Jalaluddin Rumi

Rumi lahir di Balk, Afghanistan pada tahun 604 H/1207 M. Ia lebih dikenal sebagai mistikus Islam (sufi). Karyanya-karyanya dalam bentuk syair-syair di antaranya Matsani dan Divani. Menurut Runi, tujuan utama penciptaan terpenuhi melalui diri para nabi dan orang-orang suci. Mereka dapat mengaktualisasikan seluruh potensi yang dimiliki manusia. Para nabi dan Adam adalah prototipe kesempurnaan manusia. Rumi menunjuk pada Adam, dan menggunbakan istilah adami, yang berarti “manusia” dan kesempurnaan kondisi rohaniahnya. Rumi menggambarkan tiga corak makhluk: malaikat, manusia, dan binatang; dan tiga corak manusia: manusia malaikat, mansuia biasa, dan manusia binatang. Corak yang pertama adalah para nabi dan orang-orang suci, yang kedua manusia kebanyakan, atau orang awam, dan ketiga orang-orang kafir atau para pengikut syetan (Wiliam Chittick, Sufi Path of Love, hlm . 96).
Dalam pembagian dan tingkat-tingkat akal ini, sebagaimana dibahas kembali oleh William C. Chittick dalam Sufi Path of Love: Spiritual Teaching of Rumi, Rumi membagi akal menjadi dua tingkat, yaitu akal parsial (‘aql al-juz’i) dan “Akal Universal” (‘aql al-
kulli). “Akal terdiri dari dua macam: Yang pertama dicari. Engkau mempelajarinya seperti anak madrasah, dari buku-buku, melalui guru-guru, refleksi dan hafalan, dari konsep-konsep dan ilmu-ilmu baru. Akal kalian menjadi luas dari yang lain, tapi kalian terbebani oleh apa yang telah kalian miliki… Akal yang kedua adalah pemerian Tuhan. Ia bersemayam di dalam roh.” Rumi mengatakan bahwa Akal Universal tidak memerlukan perantara. “Yang dapat menghasilkan sesuatu yang benar-benar baru adalah Akal Universal. Akal parsial membutuhkan guru dan Akal Universal adalah guru, ia tidak memerlukan sesuatu. Rumi juga percaya akan hubungan antara roh, akal, dan nafs. Roh memiliki wilayah yang paling luas, mencakup keseluruhan realitas dalam (bathin) manusia; “akal” berada di bawah kekuatan pemahaman roh; dan “hati” menggaris bawahi kesadaran (yang bersumber dari roh), khususnya kesadaran Tuhan. Menurut Nabi, “yang pertama-tama diciptakan Tuhan adalah Akal” dan “Yang pertama-tama diciptakan Tuhan adalah cahayaku”. Nur Muhammad identik dengan Akal Universal; hakikat rohaniah para nabi dan orang-orang suci, atau setiap manusia yang telah sampai pada tingkat kesempurnaan rohani. Akal Universal mengetahui segala sesuatu, karena ia memperoleh pantulan langsung dari ilmu Tuhan. Dengan kata lain, ia adalah pengejawantahan awal Perbendaharaan Tersembunyi. Itulah sebabnya Rumi dan para sufi lainnya mengatakan bahwa seluruh alam semesta merupakan pantulan dari hakikat manusia.” Demikian pemikiran mistik Rumi tentang akal.


5.       Ibn Taimiah (661-728/1263-1328 M)

Ibn Taimiah bergelar Guru Besar Islam (Syaikh al-Islam). Berasal dari keluarga terhormat yang terkenal karena ilmu dan agamanya. Lahir di Haran pada 661 H. ia menguasai berbagai disiplin ilmu dengan kekuatan yang laur biasa. Ia seorang ulama yang teguh memegang prinspi dan dikenal sebagai tokoh salafi yang menyerukan terbukanya pintu ijtihad di kalangan umat Islam. Wafat di penjara tahun 728. karya-karya antara lain: Ilm al-Suluk, Amradh al-Qulub, Majmu al-Rasail, dan sebagainya. Ibn Taimiah berbicara kebutuhan manusia. Menurutnya, kebutuhan manusia ada dua macam, yaitu primer seperti makan, minum, tempat tinggal, nikah, dan lain-lain yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidupnya. Kedua, kebutuhan yang tidak terlalu dibutuhkan yang disebut kebutuhan sekunder. Manusia tidak boleh mengaitkan hatinya dengan kebutuhan-kebutuhan itu. Manusia mencintai sesuatu tetapi cinta tertinggi adalah cinta kepada Allah dan rasuln-Nya. Tingkat cinta manusia adalah: senantiasa terpaut hatinya, rindu, senantiasa melekat dalam hati, asmara, dan keputuhan buta terhadap yang dicintai. Adapun kebahagiaan sejati manusia adalah cinta kepada Allah. Manusia sempurna, paling mulia, paling berharga, paling dekat kepada Allah, paling kuat, dan paling banyak mendapatkan petunjuk adalah yang paling sempurna dalam pengabdiannya kepada Allah.

2.      Pemikiran para filsafat pendidikan Barat
A.    HORACE MANN (1796-1859)

Pelopor Pendidikan Sekolah Amerika Untuk Umum: Horace Mann dibesarkan di saat ketika pendidikan tidak mudah diperoleh bagi mereka yang tinggal di daerah pedesaan miskin Amerika. Meskipun pendidikan awal sendiri terbatas, ia masuk di Browns University, belajar hukum, dan kemudian menikmati karir politik dengan sukses. Waktu selama bertugas sebagai perwakilan dan senator pada badan legislatif Massachusetts dan Sekretaris Dewan Pendidikan Massachusetts, dia menggunakan pengaruhnya untuk memajukan perubahan dalam sistem pendidikan Amerika. Orang Amerika bisa berterima kasih Horace Mann untuk pelatihan guru perguruan tinggi, perpustakaan gratis, dan pendidikan umum gratis untuk semua anak-anak dengan pendapatan dari pajak.

B. FREIDRICH FROEBEL (1782-1852)

Pelopor Pendidikan Anak Usia Dini: Freidrich Froebel adalah seorang pendidik Jerman yang dipengaruhi filsafat pendidikan dari orang seperti Horace Mann dan Maria Montessori. Didasarkan pada keyakinan bahwa anak muda memiliki berbagai sifat bawaan yang akan terungkap secara bertahap secara natural, ia mendirikan taman kanak-kanak di mana kebebasan berekspresi, kreativitas, interaksi sosial, aktivitas motorik dan learning by doing sebagai fokusnya. Banyak dari prinsip yang sama dapat ditemukan dalam program anak usia dini pada masa kontemporer.



C. CHARLOTTE MASON (1842-1923)

Pelopor Pendidikan Dalam Area Rumah: Seorang warga Britania, Charlotte Mason memiliki impian bahwa semua anak, tidak peduli apa kelas sosialnya, harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan seni liberal. Dia mendedikasikan dirinya untuk memperbaiki cara bagaimana anak-anak seharusnya dididik. Melihat pentingnya mendidik orang tua pada ranah kedisiplinan dan pelatihan untuk anak-anak, ia mulai Parent’s Education Union. Keyakinan Mason adalah bahwa anak-anak belajar melalui “living books” daripada berbagai teks kering dan melalui pengalaman nyata. Metodenya termasuk penekanan pada kenikmatan kesenian dan studi tentang seniman dan musisi besar. Banyak dari praktik pendidikan Mason cocok untuk diaplikasikan rumah dan metode pendidikannya telah menjadi dasar dari banyak keluarga yang memakai cara homeschooling.

D. JEAN PIAGET (1896-1980)

Pelopor Bagaimana Anak Belajar: Siapa pun yang telah mengambil kelas psikologi anak akan telah mempelajari perkembangan dan banyak teori pembelajaran Jean Piaget, seorang psikolog Swedia. Terpesona dengan bagaimana cara anak-anak berpikir, dia mulai meneliti dan menulis buku tentang masalah psikologi anak. Ketika ia kemudian menikah dan menjadi ayah tiga orang anak, ia disertakan dengan data yang cukup untuk menulis tiga buku! Penelitian dan teori berikutnya telah menjadi dasar dan landasan pemahaman kita tentang perkembangan anak yang normal.

E. MARGARET BANCROFT (1854-1912)

Pelopor Pendidikan Khusus: Bancroft’s kecerdasan, imajinasi, dan dedikasi kepada murid-muridnya membuatnya berbeda sebagai pendidik yang luar biasa. Pada usia 25, ia memulai sebuah usaha yang berani dan kesepian dengan membuka pesantren swasta pertama di Haddonfield, New Jersey, untuk anak-anak dengan keterlambatan perkembangan. Dia percaya bahwa anak-anak cacat diperlukan sekolah khusus, disesuaikan bahan, dan terlatih baik daripada guru untuk dikirim ke lembaga-lembaga. Bancroft’s siswa menanggapi cinta dan kesabaran dan individu-sesuai instruksi. Di bawah pengaruhnya, profesi medis mulai membangkitkan tanggung jawab mereka untuk membantu memperbaiki kerusakan dan cacat pada anak-anak. Pengagum keahliannya datang untuk melatih dan kemudian menjadi pemimpin di bidang pendidikan khusus.

F. BOKER T. WASHINGTON (1856-1915)
                   
Pelopor Pendidikan untuk Afrika-Amerika: Lahir dalam perbudakan dan kemudian dibebaskan, Washington pertama-tama mengetahui perbedaan pendidikan dapat membuat kehidupan seseorang. Sebagai seorang pemuda, Washington diangkat menjadi kepala Tuskegee Institute sekarang disebut Tuskegee University, yang pada mulanya merupakan akademi pelatihan guru untuk orang Afrika-Amerika. Dia adalah pemimpin dari perguruan tinggi tersebut sampai saat kematiannya menjemput. Ia menjadi dominan dan berpengaruh di kalangan politisi dan masyarakat umum dan berbuat banyak dalam membuka jalan hak sipil dan penyatuan pendidikan umum. Itu adalah keyakinan bahwa pendidikan Afrika-Amerika merupakan kesempatan terbaik masyarakat dalam meraih kesetaraan sosial dan masa depan yang lebih baik.


G. JOHN DEWEY (1859-1952)

Pelopor Pendidikan Progresif: Masa itu adalah ketika Dewey menjabat seorang profesor filsafat dan kepala Universitas Chicago, yang memberikan pengaruh paling besar dalam pendidikan dan dipromosikan banyak reformasi pendidikan melalui sekolah eksperimentalnya. Adalah pandangan Dewey bahwa anak-anak harus didorong untuk mengembangkan “free personalities” dan bahwa mereka harus diajarkan bagaimana untuk berpikir dan untuk membuat penilaian daripada hanya memiliki kepala mereka diisi dengan pengetahuan. Dia juga percaya bahwa sekolah adalah tempat di mana anak-anak harus belajar untuk hidup secara kooperatif. Seorang anggota serikat guru pertama, ia adalah orang yang serius dalam bidang hak guru dan kebebasan belajar (academic freedom).

H. MARIA MONTESSORI (1870-1952)

Pelopor Pendidikan Individual: Metode Montessori bisa menjadi pilihan populer bagi banyak orangtua yang mencari pendidikan alternatif bagi anak-anak
mereka, terutama untuk anak usia dini sampai usia utama. Sebelum dia
menaruh minat pada pendidikan, Montessori adalah wanita pertama di Italia yang mendapatkan pelatihan untuk menjadi seorang dokter. Ia ditugaskan menjabat sebagai bagian perawatan medis untuk menangani pasien dari rumah sakit jiwa dan di sanalah ia menemui anak-anak yang memiliki “keterbelakangan”, hal ini adalah sebab utama yang membakar kecintaannya pada pendidikan. Dimulai dengan fasilitas tempat penitipan anak di salah satu lingkungan termiskin di Roma, Montessori meletakkan berbagai teorinya dalam praktek. Kedua metode itu dipengaruhi oleh pelatihan sebelumnya di bidang kedokteran, pendidikan, dan antropologi. Hasilnya luar biasa dan segera menarik banyak perhatian dari banyak bagian dunia, termasuk Amerika. Sisanya, seperti kata mereka, adalah sejarah.

I. JOHN HOLT (1923-1985)

Pelopor dan sebagai Advokat untuk Pendidikan di Rumah (Home Education) : Sementara Horace Mann berjuang untuk pendidikan umum gratis bagi semua anak, lalu Holt meningkatkan kesadaran akan perlunya reformasi di berbagai sekolah umum di Amerika. Sebagai seorang pendidik, ia menjadi yakin bahwa sistem sekarang membuat sebagian besar anak-anak belajar terutama karena ketakutan. Dikecewakan oleh ketidakmampuan untuk membawa reformasi dan perbaikan di berbagai sekolah umum, Holt berhenti mengajar dan mengabdikan waktunya untuk mempromosikan bermacam idenya. Dia percaya bahwa anak-anak belajar itu paling baik jika diizinkan untuk mengikuti kepentingan mereka sendiri daripada memaksakan belajar kepada mereka. Paparannya dalam pendidikan rumah (home education) membawanya ke penyimpulkan bahwa tempat terbaik untuk mendirikan sebuah lingkungan alam untuk belajar adalah di tempat tinggal anak tersebut atau rumahnya sendiri. Buku-bukunya Holt berdampak besar pada pertumbuhan sektor pendidikan di rumah.

J. MARIE CLAY (1926-2007)

              Pelopor Balanced Literacy Model dan Membaca Pemulihan: Lahir di Wellington, Selandia Baru, Marie Clay menjadi pemimpin internasional dalam studi akuisisi anak-anak agar bisa membaca. Kedua metode pengajaran membaca dan bahasa tertulis telah sampai Amerika Serikat dan negara-negara berbahasa Inggris sejak awal mereka tiga dekade lalu. Komponen pemulihan membaca ini dikembangkan sebagai sarana untuk mengangkat anak di first grader menjadi siap sebagai pembelajar. Struktur program ini dilakukan dengan cara bahwa guru mengamati siswanya, apa yang telah diketahui dan dipelajari oleh siswa, lalu membawa siswa tersebut ke tingkat selanjutnya. Anak-anak dikelilingi oleh lingkungan yang kaya bahasa dan didorong untuk memilih buku-buku bacaan yang sesuai dengan kepentingan pribadi mereka.
3.      PERBANDINGAN PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN MENURUT PARA FILOSUF MUSLIM
             Para filsuf itu memiliki persamaan dalam beberapa hal. Dalam hal tujuan pendidikan, mereka menekankan pentingnya kesempurnaan akal dan jiwa manusia. Tujuan pendidikan adalah untuk mempertinggi akal dan mencapai kesemepurnaan jiwa. Tujuan tertinggi adalah kebahagiaan dan memperoleh pengetahuan tentang Tuhan (ma’rifatullah). Mereka membagi ilmu menjadi ilmu agama (naqli) dan rasional (‘aqli). Mereka menekankan pentingnya kurikulum yang didasarkan pada pembagian ilmu tersebut. Perbedaannya antara lain bahwa Ibnu Sina lebih menekankan pembagian pada ilmu teoretis seperti ilmu metafisika, fisika, logika dan matematika dan ilmu-ilmu praktis yaitu ilmu akhlak (etika), ilmu rumah tangga (tadbir al-manazil) dan ilmu politik (siyasah). Tujuan ilmu teoretis untuk menyempurnakan akal sedangkan ilmu-ilmu praktek untuk menyempurnakan perilaku. Al-Ghazali membatasi ilmu-ilmu yang boleh dipelajari dan yang tidak boleh dipelajari. Semua ilmu agama boleh bahkan wajib dipelajari sedangkan sebagian ilmu filsafat seperti filsafat naturalis kurang baik untuk dipelajari. Adapun filsafat atheis haram dipelajari. Ahli-ahli filsafat lainnya tidak membatasi ilmu-ilmu tersebut. Ibn Sina dan para filsuf lainnya menggunakan istilah tarbiyah yang mana kandungannya berkaitan dengan pendidikan, sedangkan Naquib al-Attas, lebih setuju menggunakan istilah ta’dib untuk pendidikan. Karena ta’dib lebih menekankan watak atau akhlak mulia, sedangkan istilah tarbiyah telah terkontaminasi oleh perdaban Barat sekular. Pemikiran pendidikan Ibn Sina didominasi oleh mazhab Peripatetik, yakni mazhab filsafat yang didasarkan pada filsafat Yunani khususnya Aristoteles dan Neo-Platonism. Filsafat pendidikan Suhrawardi termasuk ke dalam mazhab Isyraqi (Mazhab Pencerapan), yakni bahwa Allah menurunkan ilmu sebagai cahaya kepada yang mampu mencapai kesempurnaan jiwanya. Mulla Sadra memelopori mazhab teosofi, yakni menyatukan filsafat, kalam, tasawuf dan syari’at. Ia menekankan kekuatan iman, akal dan jiwa. Sedangkan ikhwan al-Shafa memiliki persamaan dengan Ibn Sina, yakni tujuan pendidikan untuk mencapai kesempurnaan jiwa dalam rangka mencapai kebahagiaan di alam baka.
4.      HAKIKAT MANUSIA MENURUT FILOSUF BARAT

Socrates kemungkinan lahir pada 469 dan meninggal 399 SM karena dihukum mati dengan minum racun. Dialah yang pertama kali memperkenalkan metode dialog dan induksi. Ia juga berpendapat bahwa tujuan tertinggi kehidupan mansuia adalah mencapai kebahagiaan (eudaimonia). Menurutnya, jiwa adalah inti kepribadian manusia. Kebahagiaan dapat dicapai dengan melakukan keutamaan (arête), yaitu hidup sesuai dengan nilai-nilai moral yang utama.
Plato dilahirkan di Athena, di tengah kekacauan perang Peloponesos tahun 427 S.M., dan meninggal di sana tahun 347 S.M. Filsafat manusia Plato bersifat dualistis. Jiwa itu paling utama, "dipenjarakan" dalam tubuh. Uraian-uraian Plato harus dimengerti sebagai usaha berbentuk sastra untuk mengungkapkan suatu intuisi tentang hakikat manusia. Tetapi juga dalam usaha-usaha lainnya Plato tidak seluruhnya luput dari dualisme, umpamanya dalam perumpamaan tentang penunggang kuda dan kudanya, atau tentang manusia bersayap yang kehilangan sayap-sayapnya. Jasa Plato terletak dalam upayanya menyatupadukan pertentangan-pertentangan para filsuf pra-Sokrates. Namun ia belum selesai menyajikan suatu gambaran tentang pengetahuan manusia dan tentang manusia itu sendiri sebagai suatu gejala yang tunggal dan esa. Etika Plato, yang didasarkan pada etika Sokrates, amat menekankan unsur pengetahuan. Bila orang sudah cukup tahu, pasti ia akan hidup menurut pengetahuannya itu. Oleh karena itu, dalam rangka dialog-dialognya Sokrates seringkali cukup bagus menyadarkan orang akan adanya suara batin. Pendapat Plato seterusnya tentang etika bersendi pada ajarannya tentang idea.
Aristoteles lahir tahun 384 S.M. di Stagyra di daerah Thrakia, Yunani Utara. Delapan belas tahun kemudian ia masuk Akademia di Athena dan sampai 347 S.M. menjadi murid Plato. Filsafat Manusia. Titik pangkalnya filsafat manusia Aristoteles adalah manusia sebagai subjek pengetahuan. Aristoteles menentang dualisme Plato tentang manusia. Sebenarnya bukan hanya pandangan Plato mengenai manusia yang ditentangnya, ia mengembangkan juga apa yang dinamakan "hylemorfisme". Artinya, ia beranggapan bahwa apa saja yang kita jumpai di bumi kita ini secara terpadu merupakan pengejawantahan material ("hyle") sana-sini dari bentuk-bentuk ("morphe") yang sama. Umpamanya, pohon cemara, sapi, manusia. Dengan demikian pertentangan-pertentangan "klasik" dari masa pra-Sokrates dipecahkan Aristoteles dengan membedakan maupun menegaskan kesatuan unsur materi dan bentuk dalam setiap makhluk (sekaligus "materialized form" dan "formed matter"). Dengan demikian ia berusaha menerangkan banyaknya individu yang berbeda-beda, dalam satu "jenis" ("spesies"). "Bentuk" ("morphe", "form") dianggapnya sebagai yang memberi "aktualitas" pada individu yang bersangkutan. Sedangkan "materi" ("Hyle", "matter") seakan-akan menyediakan "kemungkinan" (Yunani: "dynamis", Latin: "potentia") untuk pengejawantahan bentuk dalam setiap individu dengan cara yang berbeda-beda. Bentuk dalam hal makhluk hidup diberi nama "jiwa" (Yunani: "psyche", Latin: "anima", yang berlaku sama saja untuk tetumbuhan, hewan dan manusia. Hanya jiwa manusia yang mempunyai kedudukan istimewa, karena manusia berkat jiwanya yang khas itu tidak hanya sanggup "mengamati" dunia di sekitar secara inderawi, tetapi sanggup juga "mengerti" dunia maupun dirinya. Di samping itu adalah karena jiwa manusia dilengkapi "nous" (Latin: "ratio" atau "intellectus") yang menerima, dan malahan mengucapkan "logos" (sabda, pengertian) yang pada gilirannya menjelma dalam sabda-sabda "jasmani" yang diberi nama bahasa.


KESIMPULAN
Filsafat Islam itu sendiri adalah hasil pemikiran filosof tentang ketuhanan, kenabian, manusia dan alam yang disinari ajaran Islam dalam suatu aturan pemikiran yang logis dan sistematis serta dasar-dasar atau pokok-pokok pemikirannya dikemukakan oleh para filosof Islam. Sedangkan Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno.
Para filsuf itu memiliki persamaan dalam beberapa hal. Dalam hal tujuan pendidikan, mereka menekankan pentingnya kesempurnaan akal dan jiwa manusia. Tujuan pendidikan adalah untuk mempertinggi akal dan mencapai kesemepurnaan jiwa. Semua ilmu agama boleh bahkan wajib dipelajari sedangkan sebagian ilmu filsafat seperti filsafat naturalis kurang baik untuk dipelajari. Adapun filsafat atheis haram dipelajari.



DAFTAR PUSTAKA
Al-Attas, Syekh Naquib, The concept of Education in Islam: A Framework For an Islamic
Philosophy, terj. Bagir, Haidar, Koncep Pendidikan Dalam Islam,Bandung: Mizan, 1992.
Ali, Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999.
Ali, Sa’id Isma’il, al-Falsafah al-Tarbiah ‘Ind Ibn Sina, Mesir: Dar al-Ma’arif, 1969.
Ali, Yunasril, Perkembangan Pemikiran Falsafah dalam Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 2000.
________, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999.
Beavers, Tedd D, Paradigma Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Riora Cipta,2001.
Chittick, William C., Jalan Cinta Sang Sufi Ajaran-ajaran Spiritual Jalalauddin Rumi
(diterjemahkan dari The Sufi Path of Love), Yogyakarta: Qalam, 2003. Turats, Vol. 6, No. 1, Januari 2010
[31] Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 2000.
________, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1999.
Beavers, Tedd D, Paradigma Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Riora Cipta,2001.
Chittick, William C., Jalan Cinta Sang Sufi Ajaran-ajaran Spiritual Jalalauddin Rumi
(diterjemahkan dari The Sufi Path of Love), Yogyakarta: Qalam, 2003. Turats, Vol. 6, No. 1, Januari 2010
[31]




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PPT Media Pembelajaran

PPT Media Pembelajaran silahkan klik disini